Masih hangat kenaikan harga BBM, dari yang disubsidi dan katanya yang tidak disubsidi. Tulisan ini hanya sekedar unggahan rasa gundah terkait BBM Subsidi yang menikmati dominan mereka yang mampu. Ya secara logika sederhana memang benar yang banyak menggunakan BBM subsidi adalah mereka yang mampu, mampu membeli motor, mampu membeli mobil, mampu membeli truk, mampu membeli bus dan lainnya.
Bagi mereka yang kurang mampu, memang ya tidak mungkin mampu membeli BBM baik itu yang bersubsidi apalagi yang tidak disubsidi.
Namun disini saya hanya ingin menyampaikan kegundahan hati, walau yang menikmati (membeli) BBM subsidi adalah mereka yang mampu tadi, tapi sebenarnya secara tidak langsung yang menikmati BBM subsidi adalah mereka yang kurang mampu juga.
Gambar oleh Rudy and Peter Skitterians dari Pixabay |
Contoh sederhananya, ketika BBM Solar Subsidi dinaikkan maka secara tidak langsung juga akan berimbas bagi mereka yang kurang mampu. Disini saya mengatakan bahwa yang akan membeli BBM Solar Subsidi adalah mereka yang mempunyai kendaraan diesel yang rata-rata adalah truk, siapa mereka? Ya jelas mereka adalah pengusaha yang mempunyai truk. Truk untuk angkutan distribusi barang, bisa sembako, bahan bangunan dan sebagainya yang diangkut. Jika biaya operasional truk naik, secara otomatis biaya jasa angkutan juga akan naik. Jika biaya angkutan naik, saya yakin barang-barang yang diangkut tadi akan dinaikkan harga jualnya. Lalu siapa yang membeli barang-barang tersebut? Ya sudah jelas kan.... Masyarakat yang akan membelinya, masyarakat dari ekonomi bawah hingga atas akan membelinya.
Dari logika sederhana ini, jelas bahwa masyarakat tetap akan terbebani karena akan berefek pada kenaikan beragam harga barang dan jasa. Siapa yang menaikkan harga barang dan jasa ini? Ya mereka yang dikategorikan mampu kan yang akan menaikkan harga barang dan jasa tersebut.
Itu sekedar logika konsumen kelas bawah dimana harga barang yang akan dibeli pasti naik. Berbeda jika menggunakan logika produsen kelas bawah, semisal para petani kecil, peternak kecil dan pelaku usaha kecil lainnya. Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk menaikkan harga jual hasil pertanian/perkebunan/peternakan dan hasil produksi lainnya karena dengan berbagai alasan yang dibuat oleh para pembeli kelas besar. Pembeli kelas besar dapat mengatakan harga pasaran turun karena harga BBM naik mengakibatkan ini dan itu.
Ditingkat bawah, produsen kecil hasilnya dihargai sangat murah namun ketika mereka membeli bahan-bahan penunjang produksi dan kebutuhan pokok lainnya mahal.
Sebagia contoh lagi, seorang petani jagung untuk menanam jagungnya dia harus membeli bibit jagung dan pupuk dengan harga yang sangat mahal dimana harga tersebut ditentukan oleh penjual/produsen bibit/pupuk (dimana mereka adalah pelaku usaha besar), namun ketika panen jagung petani tidak mempunyai kuasa untuk menentukan harga jagungnya. Tetap yang menentukan harga jagung adalah mereka pelaku usaha besar.
Dengan kondisi semacam ini BBM menjadi salah satu variabel yang menentukan terhadap penentuan harga beli maupun jual yang dilakukan oleh pelaku usaha besar. Sampai saat ini saya belum mengetahui seberapa besar kekuatan pemerintah untuk dapat mengatur harga jual atau beli dipasar.
Semoga kita selalu dilindungi oleh Allah Tuhan semesta alam.